Ruruhi Undercover - Part 1


Komunitas Ruruhi Project memfasilitasi pertemuan para pihak di desa namu tahun 2016. foto: Yoshasrul

Tahun 2016 Desa Namu bukanlah apa-apa. Tak  ubahnya seperti desa-desa pesisir lain di Kabupaten Konawe Selatan, terisolir, kumuh dan sepi. Kalau pun ada tamu yang berkunjung, hanyalah nelayan luar yang mampir demi menghidari musim timur sekaligus mengambil air di desa ini. Lingkungan di seluruh dusun yang semuanya menjulur ke pantai nampak dipenuhi sampah plastik, daun  dan batang kelapa yang tumbang akibat abrasi pantai.   Dusun-dusunnya saling terpisah jauh ini membuat warga jarang saling bertemu, kecuali ada acara hajatan dan pertemuan antar perangkat desa.  Meski begitu Desa Namu punya panorama alam yang indah dan masih menjunjung tinggi adat istiadat dan kekerabatan.  Saat pertama kali menginjakkan kaki di Namu, Saya seperti menemukan kedamaian alamnya dan jauh dari kebisingan. Saya menemukan keramahan warga yang jarang Saya ditemukan di tempat lain, dimana mereka sangat menaruh hormat pada orang-orang yang datang di desa mereka.  

Pekan pertama di Namu, selain berkeliling dusun menikmati panorama desa, Kami juga melakukan tatap muka dengan perangkat /aparat desa, diantaranya; kepala desa dan para kepala dusun. Kami bertemu di rumah pak desa, sembari berkenalan dengan warga. Kami banyak mendengarkan curhat warga desa sekaligus menggali permasalahan dan menyerap harapan-harapan mereka satu persatu. Kami ingat saat warga dengan polos ingin desanya ramai dikunjungi tamu. Sebab, selama ini sangat jarang orang datang ke namu membuat desa benar-benar sepi dan lingkungan benar-benar kotor, karena banyak sampah berserakan di bibir pantai hingga ke laut. 

Tak puas bertemu non formal, pak desa kemudian menawarkan untuk menggelar pertemuan formal bersama seluruh perangkat desa dan perwakilan masyarakat di semua dusun. Kami menyambut baik usulan itu. hari itu juga disepakati untuk membuat group diskusi antara Kami dan warga desa. Keesokan hari, warga pun berbondong-bondong datang di rumah pak desa, halaman rumah dipakai sebagai lokasi pertemuan dalam jumlah yang lebih banyak. Kami membagikan kertas kepada setiap orang untuk menuliskan harapan mereka terhadap desa mereka, lalu satu persatu kami bacakan agar didengar semua orang yang hadir dipertemuan itu. Harapan itu pula menjadi kontrak kerja bagi warga untuik dapat maju bersama membangun desa menjadi desa wisata.

Potensi wisata yang luar biasa yang dimiliki Desa Namu saatnya menjadi andalan untuk mengangkat taraf hidup masyarakat setempat. Sektor pariwisata bisa menjadi sektor penopang pemasukan desa namu selain dua sektor yakni pertanian dan perikanan. Hal ini diungkapkan Derlian, penggiat Ruruhi Project saat bertatap muka dengan warga Desa Wisata Namu, 21 Oktober lalu.

Menurut Derlian di era yang semakin maju semakin pula banyak cara dan strategi untuk mengangkat potensi wisata di suatu daerah. Masing-masing daerah memiliki kekhasan atau penonjolan karakteristik alam maupun sosio kultural dan aspek lainnya. Desa memiliki segudang potensi yang bisa diangkat menjadi komoditas dan dipoles dengan manajemen strategi yang tepat untuk menjadi desa wisata. “Saya kira ke depannya, potensi Wisata Namu akan menjadi penggerak ekonomi desa,”kata Derlin optimis.

Pada kesempatan itu tim Ruruhi Project bersama pemerintah Desa dan warga setempat membuat langkah-langkah strategis untuk mengembangkan potensi desa menjadi desa wisata Namu, diantaranya melakukan identifikasi potensi desa melalui rembug bersama seluruh komponen desa dari semua kalangan. “Potensi yang bisa menjadi komoditas bisa bermacam-macam dari segala aspek. Bisa keindahan alam, hasil bumi, kekayaan flora fauna/hayati, sosio kultural, masyarakat, tradisi atau hal-hal yang bersifat khas/unik yang tak dimiliki daerah lain. Pastikan potensi unggulan yang akan dijadikan komoditas utama,”katanya.


Perlunya komitmen yang kuat dari seluruh komponen desa untuk menyamakan pendapat, persepsi dan mengangkat potensi desa guna dijadikan desa wisata menjadi point paling urgen sebab, komitmen ini yang menjadi dukungan terkuat bagi terwujudnya dan keberlangsungan desa wisata. 
Warga juga bersepakat untuk menyiapkan segala perangkat-perangkat aturan/regulasi norma yang lebih bertujuan untuk mengawal pengembangan desa wisata dan mengawasi potensi-potensi penyimpangan yang mungkin saja bisa terjadi. Regulasi disiapkan agar berjalannya aktivitas wisata beserta dampaknya tetap berada dalam koridor regulasi sebagai payung hukumnya.

Bagi Ruruhi Project penguatan kapasitas warga pelatihan-pelatihan bagi seluruh komponen desa, termasuk pemerintah desa tentang manajemen pariwisata, bagaimana mengelola tempat wisata, manajemen tamu/pengunjung, beserta inovasi-inovasi yang perlu dikembangkan menjadi hal penting untuk keberlanjutan pariwisata Namu. “Kita akan gunakan segala media untuk memperkenalkan dan mempublikasikan potensi wisata di desa Namu, baik media konvensional maupun non konvensional, seperti media internet. Internet kini menjadi sarana publikasi yang sangat efektif yang bisa menjangkau seluruh belahan bumi. Tempat wisata yang lokasinya terpencil pun bisa diketahui oleh orang di belahan dunia lain pun berkat teknologi internet,”tambah Yasrin Fior Polingai, yang juga menjadi pembicara. Ruruhi Project merupakan lembaga berbasis komunitas yang menaruh perhatian besar pada sektor pariwisata pedesaan. Anggota Ruruhi Project berasal dari berbagai lembaga dan displin ilmu. Ruruhi Project untuk jangka panjang menaruh perhatian pada usaha pengembangan pariwisata khsusnya di wilayah Kabupaten Konawe Selatan.

Warga menyambut baik dan sangat antusias menjadikan daerahnya sebagai Daerah Wisata. “Kami sangat berharap Desa Namu menjadi desa wisata yang dapat dikunjungi banyak orang dengan begitu perekonomian warga juga dapat ikut meningkat,”kata Yuddin, Kepala Desa Namu.

Hidupnya Semangat Gotong Royong

Bulan pertama bekerja di Desa Wisata Namu, Kami lebih banyak bergulat pada urusan observasi lapangan. Kami mencari area wisata yang pas di sepanjang pantai di dusun oloa. Mencoba membidik lokasi spot di ketinggian. Hasilnya kami menemukan dua lokasi yang kemudian kami menyebut sebagai spot dek 1 dan dek 2. Spot satu terletak di ujung dusun satu atau di sisi kanan dusun. Butuh sekitar lima menit menjangkau bukit dengan menapak jalur yang cukup curam. Pepohonan yang didominasi anakan kayu besi atau dalam bahasa lokal "lara" ini harus Kami buka dengan sedikit membabat semak belukar yang banyak tumbuh di sepanjang jalur yang kami lalui,. Begitu pula bebatuan bukit yang rapuh juga menjadi tantangan tersendiri sehingga membutuhkan tenaga untuk menjangkau posisi datar di atas bukit. Membuka jalur ini, Ruruhi bekerjasama dengan seorang pemuda desa bernama Anggolang. Hasil dari pembukaan jalur atau tracking di spot 1 ini pun cukup memuaskan. Kami benar-benar menemukan view yang indah. Dari ketinggian bukit terlihat jelas perpaduan apik suasana pedesaan yang menyatu dengan hutan alam dan pantai. Sungguh pemandangan menakjubkan yang diharapkan dapat dinikmati para wisatawan yang berkunjung di Desa Namu. Dari hasil pembukaan jalur di spot 1 ini, Kami merencanakan membangun dek kayu tempat para wisatawan kelak bisa mengambil gambar atau spot selvi bagi pengunjung. Dari lokasi spot 1 kami ke Osu Bangga yang menjadi tempat tercantik untuk kawasan puncak bukit di Desa Namu. Osu Bangga berada di sisi kiri dusun satu Oloa.


Dari spot 1, kami memutuskan kembali ke rumah kepala desa untuk beristrahat. Dan menjelang sore, bersama delapan pemuda desa serta tim Ruruhi Project menjelajahi hutan di belakang desa menuju air terjun Pitu Ndengga. Dalam bahasa Tolaki, Pitu Ndengga berarti tujuh tingkat. Rasa penasaran semakin menjadi saat melewati perkebunan rakyat yang dipenuhi aneka tanaman jangka panjang, seperti kelapa, pala, cengkeh, kopi dan nanas. Karakter warga yang sebagain hobi bertani menjadikan sekitar kawasan penuh dengan tanaman.
Lepas dari kebun rakyat, hutan lebat membentang sejauh mata memandang. Hutan alam yang menjadi bagian dari kawasan suaka margasatwa tanjung peropa ini masih banyak ditemui pauna dilindungi. Bagi warga setempat, mereka kerap menemui jejak satwa seperti anoa, rusa dan babi hutan serta monyet hitam sulawesi. Di hutan Namu juga kita dapat menemui aneka flora seperti anggrek macan yang cantik.

Jarak air terjun pitu ndengga sebenarnya tak seberapa jauhnya. Mungkin karena baru, sehingga Kami di tim Ruruhi Project menganggapnya jauh. Nah, bagi warga sendiri itu jarak yang tak seberapa. Toh, faktanya jarak tempuh perjalanan hanya sekitar 15 menit dengan rute jalan setapak menanjak.

Menurut warga ada dua alternatif jalan yang bisa dilalui, yakni jalan ke arah Barat desa, hanya jaraknya lebih jauh dari jalan yang kami lalui. “Rute ini paling dekat meski sedikit agak menanjak,”ujar Ari seorang warga yang memandu kami.

Sebelum tiba di lokasi wisata pitu ndengga, kita akan menemukan anak sungai dengan air jernih yang dingin. Anak sungai ini merupakan bagian dari jalur air yang berasal dari air jatuh pitu ndengga. Rasa lelah mendaki jalan setapakakhirnya terbayar setelah menyaksikan keindahan air terjun milik Desa Namu. Airnya yang deras menghujam dasar sungai yang telah membentuk liang dengan kedalamannya mencapai leher orang dewasa.

Sesuai namanya, air terjun pitu ndegga berundak-undak, dengan dinding batu setinggi tujuh meter. Dinding batu ini terbentuk dari bebatuan kapur yang diduga telah terbentuk sejak ribuan tahun lalu. Baik dinding maupun lantainya, saat diinjak terasa kasat alias tidak licin. “Mirip lantai air terjun Moramo.Bagi saya ini air terjun yang indah, jika sudah dipoles maka akan lebih indah lagi,”kata Derlian, tim Ruruhi Projec.


Setelah puas bercumbu dengan air terjun pitu ndengga, akhirnya kami memutuskan kembali mengingat waktu telah menjelang gelap. Kepuasan kami semakin lengkap saat tiba di pinggir desa, seorang warga berinisiatif memanjat pohon kelapa dan memetik buahnya untuk kami. Segar dan manisnya air kelapa membasahi kerongkongan sedari tadi kehausan. Pitundenggatentu saja telah membawa cerita baru bagi kami di tim Ruruhi Project, yangtidak mungkin didapatkan di daerah lain.

Hutan yang masih perawan dan belum terjamah oleh aktifitas manusia ini adalah penyedia air terbesar di desa ini. “Ini satu kesyukuran bagi kami, karena, hutan kami masih terjaga dengan baik,”kata Yuddin, Kades Namu.

Menurut Yuddin, beberapa waktu lalu, sebuah perusahaan tambang Nikel pernah melakukan eksplorasi disepanjang hutan Laonti. Hutan Namu menjadi salah satu yang terkena lokasi ijin tambang dari PT PNS. Warga sempat was-was dengan kehadiran tambang di wilayah mereka. “Jelas kalau tambang itu beroperasi maka hutan Namu pasti akan hancur dan dampaknya sumber-sumber mata air Namu juga pasti akan ikut hancur.

Ketersediaan air bersih di Namu memang cukup melimpah jika dibandingkan dengan desa-desa lain di pesisir Kecamatan Laonti. Saking banyaknya air, warga berinisiatif membangun turbin pembangkit listrik tenaga air Desa Namu. Sebuah pipa berdiameter cukup besar telah terpasang di sungai.Untuk menambah pasokan air warga membendung sungai agar debit air yang dihasilkan lebih besar. Warga berharap turbin PLTA mini ini diharapkan dapat menyuplai aliran listrik ke seluruh rumah penduduk di Namu.

“Semoga pembangunan PLTA ini dapat mengatasi salah satu kesulitan warga selama ini, yakni minimnya pasokan listrik,”kata Yuddin. Selama ini warga Desa Namu menikmati aliran listrik dari genset yang dibeli secara patungan oleh beberapa kepala keluarga. Mereka menyisihkan dana untuk dapat membeli mesin genset. “Alhamdulilah kami dapat menonton tivi, mendengar radio dan mencarger hp dari aliran listrik genset,”kata Anton, warga Namu.

Si Cantik dari Tanah Namu

Orang bilang Indonesia itu surga dunia. Mungkin pendapat itu tidak keliru. Lihat saja alam indah dengan sumber daya melimpah, kekayaan yang luar biasa. Kita patut bersyukur karenanya. Salah satunya, hutan Indonesia kaya akan berbagai jenis anggrek yang luar biasa cantik. Satu di antaranya adalah anggrek macan (Grammatophyllum scriptum) yang ditemukan banyak di Desa Namu.
Grammatophyllum scriptum adalah spesies anggrek dari keluarga Orchidaceae. Helaian bunga berwarna dasar kekuningan dan bertotol-totol cokelat. Karena motifnya yang bertotol-totol itulah anggrek ini sering disebut juga anggrek macan. Ada juga yang helaian bunganya berwarna dasar hijau. Bunga anggrek ini tidak terlalu besar, panjang sepalnya kira-kira hanya 3 cm.
Grammatophylum scriptum kebanyakan berasal dari hutan pantai, dengan ketinggian tempat tidak lebih dari 100 m dpl. Ada yang tumbuh di tanah, ada yang menempel di pepohonan. Dalam pemeliharaan, jenis ini menyukai panas dan air, tetapi jangan sampai tergenang. Jadi, sebisa mungkin, tempatkan anggrek ini di tempat yang terkena sinar matahari langsung. Jenis media tanam yang bisa digunakan untuk menanam anggrek ini adalah pakis atau arang kayu. Karangan bunga panjang, menjuntai ke bawah.Oleh karena itu, anggrek macan ini paling baik ditanam dalam krat dan digantung atau ditempelkan pada dahan pohon.


Anggrek macan memiliki umbi semu pendek. Helaian daun tumbuh di atas umbi semu ini. Pada zaman dulu penduduk asli Ambon membuat pasta dari umbi semu anggrek ini untuk mengobati luka.
Di Desa wisata Namu, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan adalah desa dimana warganya banyak mengemmbangkan tanaman anggrek macan. Anton salah satunya. Ia mengaku mendapatkan anggrek macan di hutan yang tidak jauh dari pemukiman penduduk. “Di sini banyak terdapat di hutan, khusunya yang dekat dengan sumber air,”kata Anton. Anton menanamnya sendiri membudidyakan dengan menempelkan anggrek di batang pohon kelapa yang tumbuh di halaman rumahnya. Anton kerap memberi anggrek miliknya kepada beberapa pengunjung yang pernah mampir di Desa Namu. “”Beberapa pengunjung datang dan mereka meminta, jadi saya iriskan umbinya,”katanya.
Anggrek macan di Indonesia terdapat di Papua, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Di Indonesia paling tidak ditemukan 3 macam anggrek macan. Ketiganya berbeda dalam hal warna, corak, dan jarak antarkuntum bunga. Anggrek macan dari Papua memiliki karangan bunga panjang, bisa mencapai 1,5–2 meter, dengan jarak kuntum bunga yang satu dengan yang lain cukup rapat. Anggrek ini biasanya berbunga setahun sekali, namun ada juga yang berbunga dua kali setahun. Bunga bertahan cukup lama, sampai sekitar 2 bulan. Penampilan bunga anggrek macan yang berasal dari Kepulauan Tual mirip dengan yang berasal Papua. Namun, tangkai bunganya lebih pendek, antara 1/3–1/2 dari tangkai anggrek macan Papua. Masa berbunganya pun tidak terlalu lama dan bunga cepat membentuk biji. Anggrek macan ditemukan juga di Ternate dan Flores. Penampilan bunganya mirip dengan yang dari Papua, namun jarak kuntum bunga tidak rapat. Ada lagi yang berasal dari Sulawesi dan Ambon, namun warna bunganya lebih pudar.
Di Filipina juga ditemukan Gramatophyllum scriptum. Ada yang berwarna cokelat polos, ada yang berwarna hijau dan berukuran kecil-kecil dengan jumlah kuntum banyak dan berjarak rapat. Anggrek macan tersebar juga di Kepulauan Solomon, Papua Nugini, serta Kepulauan Fiji and Santa Cruz.
Gramatophyllum Scriptum BL atau yang lebih dikenal dengan Anggrek Macan diduga memiliki kegunaan sebagai obat untuk menyembuhkan sariawan dan kuku bernanah. Sejak 16 April 2009 jenis Anggrek asli Biak – Papua ini mekar dengan dua tangkai bunga yang memiliki jumlah bunga 32 dan 37 kuntum. Dengan spesifikasi khas yang dimiliki seperti warnanya yang mencolok, jumlah bunga yang banyak serta masa mekar yang cukup lama, kiranya Anggrek tersebut juga cocok untuk tanaman hias dalam pot atau ditempel pada pohon di pekarangan. Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek KRB saat ini memiliki ratusan individu Gramatophyllum Scriptum BL yang berumur 6 tahun yang berasal dari nomor koleksi B200009221 yang disemai melalui kultur biji dan dapat diperbanyak dengan jalan memisahkan anakan.

Gramatophyllum Scriptum BL adalah Anggrek Epipit yang memiliki umbi semu dengan ukuran 14 – 20 cm dan jumlah daun 2 – 3 helai dengan ukuran 60 x 5 cm. Tangkai bunga keluar dari pangkal umbi semu dengan panjang 100 – 150 cm. Jumlah bunga dapat mencapai 100 kuntum, masa mekar 2 – 6 minggu, masa berbunga sekitar September – April. Sepal dan Petal berwarna hijau muda agak kuning, totol-totol coklat dengan diameter 9 – 10 cm, buah berukuran 9 x 4 cm, dengan masa matang buah ± 5 – 7 bulan. Secara umum anggrek ini tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Kep. Solomon.


Comments

Popular Posts