Benteng Kerajaan Mekongga




    Miris, itulah sepenggal kata yang sepertinya tepat diungkapkan melihat keberadaan benteng tanah yang nyaris terkubur dan ditelan bumi ini. Betapa tidak, sebuah tempat yang dahulunya menjadi kebanggaan kerajaan Mekongga yang pernah berdiri begitu kokohnya membentengi penduduk kerajaan dari serangan musuh-musuh, kini hanya menjadi sebuah warisan yang nyaris terlupakan. Dan ironisnya cerita-cerita dari kehidupan di dalam benteng yang seharusnya melegenda tersebut juga ikut terkubur.

 
    Untuk menjangkau lokasi situs, kita dapat melalui jalan utama Desa Bende di wilayah Kecamatan Wundulako, yang berjarak + 15 km dari Kota kolaka. Tak ada yang istimewa ketika kita akan memasuki situs Bende ini. Jangankan bentuk bangunan yang kokoh layaknya seperti sebuah benteng,  gapura ataupun sebuah gerbang penyambutan seperti situs-situs benteng bersejarah lainnya di Indonesia tak terlihat.

    Satu-satunya yang tampak terlihat laksana sambutan ucapan selamat datang bagi kita saat memasuki situs ini adalah sebuah papan nama penanda, yang bertuliskan Situs Cagar Budaya Raja Mekongga Yang Dilindungi Oleh Undang-Undang Republik Indonesia No II Tahun 2010 Tentang Cagar Budayaan. Selebihnya, saat memasuki jalan masuk ke situs tersebut, kita hanya dapat melihat pohon pisang dan tanaman kebun milik warga. Bahkan layaknya sebuah kebun, tumbuhan kakao dan ubi kayu juga ada dalam kawasan situs tersebut.
   
Sekitar lima puluh meter dari pintu masuk situs, tampak sebuah bangunan mesjid berdiri. Benar-benar tak ada tampang sebuah benteng di lokasi situs bersejarah ini. Sepertinya pikiran kita harus terbawa ke masa lalu dan membayangkan bentuk kokoh sebuah benteng untuk bisa menikmati situs benteng yang bersejarah ini. Untunglah kami memperoleh bayangan bentuk benteng dari sebuah peta situs dari rilis laporan penelitian Balai Arkeologi Makassar.
 
    Dari peta dan laporan tersebut menunjukkan bahwa bentuk benteng yaitu bujur sangkar dengan ukuran masing-masing sisinya : utara = 149,1 m, timur = 133,1 m, selatan = 138,5 m dan sisi barat = 138 m.  “Sayangnya sisa gundukan benteng tanah yang merupakan dinding benteng sebagian sudah melebar akibat faktor alam dan kegiatan manusia didalamnya, sehingga agak sulit menentukan batas dinding, namun ukuran persisnya anda dapat lihat dalam rilis laporan penelitian yang sudah kami kirimkan, situs ini perlu direkonstruksi ulang karena jika tidak, situs ini bisa terkubur,” jelas Basran, anggota tim peneliti Balai Arkeologi Makassar yang pernah meneliti di situs tersebut ketika dihubungi . 

    Dalam laporan tersebut juga, dari hasil pengukuran setiap sisi benteng (sisi luar dan dalam) diperoleh ukuran lebar dinding benteng rata-rata 5 – 7 m dan dari keempat sisinya juga diperoleh ukuran tinggi dari gundukan tanah yang tersisa yaitu 50 – 80 cm. Tentunya ukuran ini dapat saja berbeda dengan ukuran dinding sesungguhnya pada masa lalu. Dan menurut laporan tersebut perbedaan itu lebih dimungkinkan oleh semakin melebarnya permukaan gundukan tanah yang diakibatkan oleh longsor maupun tekikis akibat termakan usia. Dari peta situs tersebut juga terlihat pada keempat sisi benteng terdapat bagian yang terpisah dari rangkaian gundukan tanah yang digambarkan sebagai jalan keluar masuk (pintu).

    Ketika kita memasuki bagian dalam benteng merupakan tanah datar di bagian tengah terdapat pondasi yang berbentuk bujur sangkar dan di dalamnya diyakini oleh masyarakat sebagai bekas istana raja dan di tempat itu pula terdapat dua batu yang menyerupai nisan. Hingga kini tempat tersebut sangat disakralkan oleh masyarakat. “Kalau dengar-dengar ceritanya, itu batu muncul sendiri, tapi kalau saya tidak tau persis ceritanya, katanya disitumi tempatnya Sangia,” tutur Ahmad, penjaga situs yang ditemui oleh penulis saat mengunjungi situs tersebut. 
  
    Dari sumber yang di dapatkan, bahwa benteng tanah (Bende) tersebut didirikan oleh Latoranga. "Ya dibangun oleh Latoranga sekitar Abad ke-17 dengan gelar Sangia Latoranga," tulis Munaser Arifin, camat Wundulako yang juga dikenal sebagai pemerhati Budaya Mekongga melalui pesan singkatnya ketika di hubungi.

      Sementara sumber lisaan lain yang didapatkan, mengatakan bahwa Benteng tersebut didirikan oleh Raja Latoranga yang bergelar "Sangia Ni Bende" dan menjadikan Bende sebagai pusat kerajaan dan pemerintahan sekaligus pusat pertahanan dari musuh-musuh kerajaan. "Karena Latoranga lah yang mendirikan benteng tersebut maka beliau di kenal dengan nama  “Sangia Ni Bende," kata Muda, seorang tokoh masyarakat yang kini bermukim di Kelurahan Puundoho, yang mengaku masih memiliki hubungan keturunan dengan Latoranga.
 
    Muda juga mengisahkan bahwa kerajaan Mekongga pada waktu itu sering mendapatkan gangguan musuh dari orang-orang Tobelo. “Dahulu Almarhumah ibu saya Suraeya, suka ceritakan bahwa musuhnya sangia yang suka datang di Bende itu adalah orang-orang dari Tobelo,” Bahkan cerita-cerita tentang kedigajayaan sang Raja Sangia Ni Bende masih melegenda dari cerita-cerita yang di dengar dari ibunya.

    “Ibu saya juga sering menceritakan pada saya, dahulu kala di jaman Sangia, di Bende itu ada kerbau peliharaan sangia yang sangat terkenal. Peliharaan kerbau sangia itu istimewa, karena selain mempunyai tanduk di bagian kepala juga mempunyai tanduk di bagian pantat sehingga diberi nama Karambau Petanu Mbopole, kerbau tersebut sangat ditakuti oleh musuh-musuh yang datang menyerang,’’ kenang Muda. 
 
    Cerita legenda lainnya dari keturunan Latoranga ini adalah kekuatan gaib sang raja saat mengusir para musuh bajak laut yang datang menyerang, dengan kekuatan gaibnya sang raja menaburkan beras ketan hitam di hadapan ratusan orang-orang yang siap menyerang, lalu beras tersebut berubah menjadi tawon penyengat dan menyerang para musuh, sehingga lari tunggang langgang bercerai berai sehingga dengan mudah ditumpas.
 
    Menelusuri sisa-sisa benteng tanah yang hingga kini masih dapat disaksikan di Desa Bende, Kecamatan Wundulako ini adalah merupakan kekayaan budaya yang sangat berharga. Keberadaannya merupakan sebuah warisan yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu mendapat perhatian. Bukti arkeologis dari keberadaannya dan berbagai cerita atau legenda di Situs Bende tersebut masih perlu ditelaah mendalam lagi secara akademis, agar dapat tersaji sebuah fakta sejarah yang bernilai tinggi untuk pengembangan bumi Mekongga ke depan.
 
    Demikian penulusuran dari kepingan-kepingan sejarah benteng dari peninggalan Kerajaan Mekongga ini yang hingga kini masih tersisa beberapa bagian dari bangunannya. Sejarah telah mengukir akan kebesaran Kerajaan Mekongga pada masa lampau, sehingga sangat urgen untuk melestarikan warisan budaya yang dahulu telah memegang peranan penting bagi pertahanan kedaulatan Kerajaan Mekongga dari segala ancaman yang datang dari luar.

Ket Gambar : Peta Situs Bende (Sumber Balar Makassar)
Ket Foto : Lokasi dalam Benteng 


Comments

Popular Posts