Melirik Potensi Pinang Kancinaa
Kancinaa dalam bahasa wolio berarti terakhir. Bisa
pula berarti juru kunci. Kata kancinaa tak terlepas dari sejarah panjang
kesultanan buton di masa lampau, dimana daerah kancinaa merupakan daerah
terakhir dari 72 Kadie atau distrik yang
ada di kesultanan buton. Desa tua di Buton ini merupakan induk dari empat desa
dari hasil pemekaran kancinaa di wilayah administrasi Kecamatan Pasarwajo.
Desa Kancinaa adalah desa pesisir yang hanya berjarak
15 KM dari ibu kota Buton, Pasarwajo. Dari desa ini, kita akan leluasa melihat pusat
perkatoran Bupati yang berada di bukit Takawa.
Umumnya daerah pesisir, masyarakat kancinaa bertumpu
pada dua kegiatan utama, yakni, diperikanan tangkap dan menggarap pertanian. Laut
kancinaa menyediakan sumber hayati yang melimpah dan menjadi satu-satunya
tempat berkembangbiaknya ikan antamo, jenis ikan teri tapi lebih halus.
Dan bicara soal pertanian, desa kancinaa merupakan desa penghasil buah pinang, bahkan telah diekspor
hingga ke luar negeri.
Asal muasal pinang di Kancinaa tak lepas dari usaha Salamudin,
yang pulang kampong menyusul meletusnya kerusuhan etnis di Maluku tahun 1999
silam. Salamudin yang sejak lama
menggeluti usaha jual beli hasil bumi di Ambon khususnya buah pinang, tetap
melanjutkan usahanya di Pulau Buton.
Warga menjemur pinang di jalan tanggul di pinggir laut kancinaa. foto: Yoshasrul |
Mulanya Ia kerja berat, harus berkeliling pulau
buton untuk mengumpulkan hasil bumi seperti jambu mete, kelapa dan buah pinang.
“Ada banyak hasil bumi, seperti jambu mete, pinang dan kelapa, tapi jarak antara satu daerah dengan daerah
lainnya cukup jauh, jadi mengumpulkannya butuh tenaga keluar masuk
kampong,”katanya.
Salamudin bercerita, Tahun 2000, saat pertama kali
menetap di Desa Kancinaa, tak satu pun warga yang memiliki pohon pinang. Ia kemudian mendatangkan
bibit pinang dari Seram Maluku dan membagi kepada warga Kancinaa. Alhasil dalam
tempo lima tahun pohon-pohon pinang pun tumbuh subur dan berbuah lebat. Warga
pun mulai panen dan menjual buah pinang mereka ke Kasrudin yang mereka kenal
sebagai pengumpul buah pinang selama
ini. Saat pertama kali warga panen, Kasrudin membeli dengan harga tergolong
murah, hanya 1000 rupiah per kilogram.
Kantor Desa Kancinaa di jalan poros Pasarwajo. foto: Yoshasrul |
Selain dijual gelondongan, warga kancinaa mengolah
buah pinang menjadi makanan olahan jadi, seperti kripik pinang. Mereka mengemas
dengan rapid an dijual hingga ke
desa-desa lainnya di Pasar Wajo. Berkat keuletan warga, kerajinan
makanan khas ini kini menjadi usaha rumahan atau home industeri bagi masyarakat
kancinaa.
Salamudin sangat menikmati bisnis hasil bumi, bahkan
dari bisnis jual beli itu dia dikenal luas masyarakat Kancinaa. Bahkan, berkat
tekatnya mempelopori bertani tanaman
pinang itu, pria bertubuh sedang itu pun
digadang-gadang menjadi kepala desa kancinaa oleh warga setempat.
“Terus terang awalnya Saya tidak bersedia, karena
Saya sadar tidak cukup punya ilmu politik dan tidak punya pengalaman memimpin
orang banyak. Tapi warga terus mendorong Saya untuk maju jadi calon kades. Eh
ternyata terpilih,"kata Salamudin.
Setelah menjadi kades, Salamudin makin giat
mendorong perubahan di desanya. Disamping usaha yang sudah ada, warga juga
diajak untuk mulai menggagas usaha-usaha baru yang tentu saling menopang usaha yang telah lebih dulu ada, yakni
merintis usaha pariwisata desa. Bagi Kasrudin, ada banyak potensi pariwisata di
Kancinaa, diantaranya; air terjun kahauhauno,
tradisi adat pesta tahunan kayaro, festival antamo, potensi kelapa dan
pesta makan-makan kuliner ala Buton.
Membuat minyak kelapa menjadi pekerjaan harian ibu rumah tangga di Desa Kancinaa. foto: Yoshasrul |
Sayangnya, Saya tidak cukup waktu untuk bias
mengunjungi air terjun di kancinaa yang letaknya sekitar 3 KM dari pemukiman
warga. Tapi warga member gambaran jika air terjun itu terletak di kawasan hutan
yang masih asri. Keindahan air terjunnya cukup layak jual untuk para wisatawan
baik local maupun mancanegara.
Dari warga pula Saya mengetahui, jika tradisi wayaro
merupakan peringatan penghormatan untuk anak raja buton yang dimakamkan di
kancinaa. Ada tradisi naik ke bukit keramat untuk menjadikan budaya tahunan. Di
sana ada ritual doa dan cunka dengan proses yang cukup panjang. Sudah tradisi, jika pesta adat tahunan ini
harus dimulai dari kancinaa.
Tradisi wayaro ini sebenarnya sudah punya nilai jual
tinggi, karena setiap kali dihelat ada banyak wisatawan local dan mancanegara
yang datang menyaksikan. Pesta adat wayaro ini selalu berhubungan dengan
kuliner, karena saat itulah kuliner local seperti nasi bambu, lapa-lapa,
sembari disuguhkan dengan tari-tarian.
Gagasan ini selangkah lagi terwujud, menyusul
pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di Desa Kancinaa yang bersumber dari dana
APBN Kementrian Lingkungan Hidup. “RTH ini nantinya akan menjadi pusat hiburan
bagi rakyat desa sekaligus lokasi kegiatan festival wisata kancinaa,”ujarnya,
dengan nada optimis.
Comments
Post a Comment