Kota Ruko
JIKA dulu Kendari punya julukan
kota lulo, kini patut ditambah menjadi kota ruko. Ya, lihatlah ruko atau
rumah toko kini berdiri di mana-mana. Gedung berlantai berderet
disepanjang ruas-ruas jalan kota ini. Tak hanya di jalan
utama, tetapi hampir disetiap sudut jalan pembangunan ruko seolah
mengepung kota ini. Tak heran banyak orang yang datang ke kota ini selalu
menjuluki kota ini dengan kota ruko.
Seiring perkembangan Kota Kendari yang terwujud dalam
perencanaan, mendorong pertumbuhan fisik ruang yang tak dapat dibendung. Ini
dapat dilihat dari pesatnya sektor swasta berinvestasi property, mulai dari
mall, perumahan, apartemen, sampai pada inventasi ruko.
Besarnya keinginan pihak swasta dalam investasi property ini
tak lepas dari daya dukung kemudahan berinvestasi yang digulirkan pemerintah.
Ditambah pula masih terjangkau lahan yang mendorong berkembangnya ruko hampir
di seluruh kawasan kota ini.
Saya merasakan jika
geliat pembangunan Kota Kendari begitu pesat, terbukti dengan pesatnya
pembangunan sarana hunian di hampir semua sudut. Sebagai kota yang sedang berkembang, maka dituntut pula akan pemenuhan kebutuhan pada ruang, baik ruang
publik dan privatnya. Menuntut kepada tuntutan kehidupan yang lebih efektif,
efisien dan praktis.
Melihat perkembangan ruko di Kota Kendari belakangan ini
memberikan gambaran yang menarik. Keberadaannya memberikan struktur wajah yang
kaku dan sifat masyarakat sosial yang konsumtif. Lihatlah ruko terbangun hampir
di semua kawasan, seperti Poasia sebagai kawasan kota baru, Wuawua,
Puwatu, mandonga hingga ke Kota Lama sebagai kawasan Cina Town. Perkembagan
ruko ini membuat problem serius pada sisi estetika kota, yang mulai kehilangan
identitas.
Saya teringat Pak Ali Mazi juga pernah melontarkan kritikan melalui media massa terkait maraknya
pembangunan ruko di kota ini. Menurutnya, pemerintah kota kendari seolah tidak
punya konsep dalam menata kota secara baik, ini berangkat dari
ketidakteraturan dalam menata letak bangunan dan pusat interaksi social
masyarakat, seperti pusat bisnis, perkantoran, sekolah, hingga pusat hiburan.
Ruko merupakan elemen perwujudan jiwa tempat yang dibentuk
pragmatis, lewat aktifitas perdagangan khususnya masyarakat tidak lagi terkotak
tegas secara etnis, tetapi membaur dalam simbiose. Dalam situs resminya, Setiadi Sopandi, menjelaskan, ruko
atau rumah toko (shophouse) itulah yang identik
dengan kota-kota besar dan kota metropolitan di Indonesia. Ruko merupakan
hunian dengan aktifitas ekonomi didalamnya, Keberadaan ruko ini merupakan
manivest dari sebuah tuntutan pada lahan masyarakat dan perkembangan lahan kota
serta kondisi eksisting aksesibilitas yang
memuat munculnya ruko di sepanjang ruas jalan.
Menoleh ke historis Kota Kendari sendiri, ruko merupakan
bangunan yang sudah ada sebelumnya yang diperkenalkan oleh etnis cina yang
difungsi sebagai rumah dengan aktifitas ekonomi di dalamnya ( home industry
home business).
Keberadaan Ruko tidak menjadi masalah selama bangunan itu
berdiri terpencar dalam satu lingkungan. Gangguan–gangguan baru timbul jika
ruko–ruko terkonsentrasi di satu tempat di tengah – tengah lingkungan yang
semula tidak direncanakan untuk jenis bangunan semacam itu.
Dampak negatif-nya yang paling menonjol adalah, kemacetan
lalu lintas, penurunan keamanan, peningkatan kejorokan, dan menyebabkan
banjir setiap musim hujan tiba. Ini dapat dilihat di sejumlah ruas
jalan, misanya di kawasan MTQ Squere, di ruas jalan depan ruko menuju poasia
(Kampus Baru). Jalan-jalan digenangi air, lumpur dan sampah rumah tangga.
Air menggenang membuat arus kendaraan macet. Dan ironisnya, saat jalan kering,
berubah menjadi debu dan menutupi mata pengendara.
Perkembangan ruko memang hal yang tidak perlu di
permasalahkan, sepanjang keberadaan ruko sesuai dengan fungsi ruang yang
telah diarahkan dalam rencana tata ruang. Faktanya tata ruang Kota Kendari
sendiri belum memiliki konsep untuk mengarahkan peruntukan koridor wilayah
kota ini. Sebutlah menempatkan kawasan Wuawua sebagai kawasan pendidikan
atau perkantoran, juga kawasan Poasia sebagai kawasan pemukiman, bukan kawasan
perdagangan yang ditumbuhi dan di padati jejeran ruko.
Identifikasi keterbatasan lahan, nilai lahan serta pesatnya
petumbuhan penduduk, maka hirarki yang terbentuk yaitu terbangunnya kota (urban built up areas) menjadi garis yang jelas untuk
mengamati bagaimana percepatan perembetan kota ke arah luar. Di luar built up areas tersebut terdapat zona-zona
pinggiran (fringe zona) yang pada saatnya akan merupakan lokasi
baru bagi pengembangan fungsi-fungsi perkotaan terutama fungsi permukiman, jasa
dan perdagangan.
Adopsi ruko dalam tata ruang sebenarnya tidak secara detail
terlihat dalam tata ruang, akan tetapi melaikan fungsi pemanfaatan ruang
(misalnya interprentasi lokasi perdagangan) yang diatur dalam rencana pola
pemanfataan ruang. Terakomodirnya keberadaan ruko terletak pada perencanaan
perumahan yang sifatnya site lokasi
yang selalu mengedepankan desain perumahan yang memiliki ruko dalam
perencanaannya.
Semangat perencanaan tata ruang saat ini merupakan masa
perkembangan yang cukup baik, dimana setiap wilayah telah memiliki produk tata
ruang terlebih lain setelah diterbitkannya UU No 26 Tahun 2007 penganti UU 24 Tahun
1992, dalam UU baru Pasal 35; Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
serta pengenaan sanksi.
Tidak ada dalam produk tata ruang yang mengadopsi
perencanaan ruko dalam rencana tata ruang. Ruko merupakan inisiatif pihak
pengembangan dalam bisnis property. Untuk pemanfaatan ruang khususnya ruko
sendiri sebaiknya harus sesuai dalam rencana tata ruang kota kendari, karena
tataruang merupakan wujud struktur nyata yang diatur dengan kesepakatan
stakeholder.
Konflik ruang dapat diminimalisir dampaknya, jika keseriusan
para pengambil kebiijakan untuk perizinan memutuskan izin sesuai dengan aturan
yang ada; penguatan perda penetapan rencana tata ruang, dan perlunya peraturan
daerah (perda) tersendiri tentang aturan regulasi (zoning regulation) tiap zona
pemanfaatan ruang, dan implementasi pengenaan sangsi terhadap pelangar dan
pelanggaran ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sesuai
diamanatkan dalam UU 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. (Yos Hasrul)
Comments
Post a Comment